TOMOHON-Surat terbuka yang disampaikan Wakil Ketua BPMS GMIM Pdt. DR. Dan Sompe, S.Th. M.Pd.K terekspose ke publik. Surat terbuka setebal 5 halaman HVS tersebut umumnya menyampaikan kajian dan telaah soal keputusan SMST (Sidang Majelis Sinode Tahunan) ke 32 yang dilaksanakan 26-29 November 2019 di kota Bitung, tentang pelaksanaan SSI (Sidang Sinode Istimewa) dalam rangka revisi tata gereja GMIM yang dijadwalkan akhir Maret 2021 mendatang.
Surat tertanggal 27 Desember tahun 2020 itu mengualas habis soal dampak negatif jika pelaksanaan SSI harus dipaksakan akan dilaksanakan akhir Maret tahun 2021 mendatang. Menurut Sompe, sesuai Tata Gereja GMIM tahun 2016, Bab IV jelas memgantur bahwa yang berhak meminta pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa untuk perobahan Tata Gereja adalah, Sidang Majelis Sinode (4 tahunan) dengan jumlah suara duapertiga anggota Sidang Majelis Sinode (4 tahunan) , bukan Sidang Majelis Sinode Tahunan atau SMST. “Dalam buku renstra GMIM 2018-2022 yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris BPMS tidak menyebutkan adanya pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa untuk merubah Tata Gereja. Yang ada dalam Renstra adalah, mempersiapkan konsep perubahan Tata Gereja 2016 dengan tidak merubah tata dasar tentang eklesiologi GMIM,” ungkap wakil ketua BPMS GMIM membidangi Ajaran, Pembinaan dan Pengembalaan ini.
Lanjut Pdt Sompe, selain hanya mempersiapkan konsep perubahan Tata Gereja 2016 dengan tidak merubah tata dasar tentang eklesiologi GMIM, pelasaksaan SSI tahunini dinilai lemah dan terkesan cacat hukum karena isi keputusan tersebut, justru bertentangan dengan isi renstra. “Kalau benar didasarkan pada renstra, maka keputusan yang diambil harus sesuai dengan isi renstra yakni, mempersiapkan konsep perubahan Tata Gereja 2016 dengan tidak merubah tata dasar tentang eklesiologi GMIM, bukan sebaliknya pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa yang tidak ada dalam renstra,” beber Pendeta yang dijuluki Kreator BPMS GMIM ini.
Pdt. DR. Dan Sompe sendiri saat dikofirmasi terkait dengan surat terbuka tersebut mengatakan, surat tersebut ditulis jauh-jauh hari sebelum draft revisi tata gereja GMIM dibicarakan oleh tim kerja maupun BPMS. “Saya hanya ingin menyampaikan pesan supaya produk Tata Gereja GMIM yang dihasilkan dari SSI tahun 2021 tidak cacat hukum. Karena jika cacat hukum, maka potensi jemaat akan menggunakan produk Tata Gereja GMIM tahun 2016 masih sangat terbuka,”pesan Sompe.
Berikut isi lenagkap dari surat terbuka Pdt. DR. Dan Sompe yang beredar luas di medsos tersebut ;
Kepada Yang Terhormat : Badan Pekerja Majelis Sinode GMIM. Majelis Pertimbangan Sinode GMIM. Peserta Sidang Majelis Sinode Tahunan GMIM. Di Tempat.
Terpujilah Tuhan Allah dalam Yesus Kristus dan Roh Kudus yang terus menuntun dan memberkati Gereja Masehi Injili di Minahasa. Melalui surat ini, perkenankan saya untuk menyampaikan permohonan kajian berkaitan dengan keputusan Sidang Majelis Sinode Tahunan ke 32 di Wilayah Bitung VII, tanggal 26 -29 November 2019. Salah satu keputusan SMST tersebut adalah pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa untuk Perubahan Tata Gereja GMIM 2016. (Cat : Sidang ini telah ditetapkan untuk dilaksanakan bulan Juni 2020 tetapi ditunda pelaksanaannya bulan Maret 2021 karena Pandemi Covid 19).
Sebagai wakil ketua BPMS bidang Ajaran, Pembinaan dan Pengembalaan, yang membidangi Tata Gereja, saya bermohon supaya keputusan tersebut dapat dikaji kembali dengan alasan : Keputusan tersebut telah melanggar Tata Gereja GMIM 2016. Dalam Peraturan Tentang Sinode Bab IV, Pasal 9 Pelaksanaan Sidang Majelis Sinode, ayat 1. Sidang Majelis Sinode dilaksanakan: setiap empat tahun; untuk pokok tertentu atas permintaan Sidang Majelis Sinode dengan persetujuan duapertiga anggota Majelis Sinode yang dilaksanakan dalam bentuk Sidang Majelis Sinode Istimewa; setiap tahun dalam bentuk Sidang Majelis Sinode Tahunan. Point b, jelas bahwa yang berhak meminta pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa untuk perobahan Tata Gereja , adalah Sidang Majelis Sinode (4 tahunan) dengan jumlah suara duapertiga anggota Sidang Majelis Sinode (4 tahunan) , bukan Sidang Majelis Sinode Tahunan.
Mengenai anggota Sidang Majelis Sinode, diatur dalam Peraturang Tentang Sinode Bab III. Pasal 4 Keanggotaan Majelis Sinode 1. Keanggotaan Majelis Sinode sebagai berikut: (*Cat: ini adalah SMS 4 tahunan). Utusan Jemaat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Tentang Jemaat Bab VI Pasal 18 Ayat 2, 3 dan Penjelasan.
Utusan Wilayah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Tentang Wilayah Bab VI Pasal 14 Ayat 3, 4. Badan Pekerja Majelis Sinode. 2. Keanggotaan Majelis Sinode Tahunan sebagai berikut: Utusan Wilayah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Tentang Wilayah Bab VI Pasal 14 Ayat 3,4; Badan Pekerja Majelis Sinode. Dari dua ayat di atas, terlihat perbedaan antara Sidang Majelis Sinode (4 tahunan) dan Sidang Majelis Sinode Tahunan dari segi keanggotaan. Keanggotaan Sidang Majelis Sinode (4 tahunan) berbeda dengan keanggotaan Sidang Majelis Sinode Tahunan.
Keanggotaan Sidang Majelis Sinode (4 tahunan) adalah : Utusan Jemaat, Utusan Wilayah dan BPMS. Sedangkan, Keanggotaan Sidang Majelis Sinode Tahunan hanya Utusan Wilayah dan BPMS. Jadi keanggotaan Sidang Majelis Sinode Tahunan tidak berhak mengambil keputusan pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa untuk perubahan Tata Gereja. Ini adalah hak dari keanggotaan Sidang Majelis Sinode (4 tahunan).
Keputusan tersebut bertentangan dengan Renstra GMIM. Dalam buku Renstra GMIM 2018-2022 yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris BPMS tidak menyebutkan adanya pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa untuk merubah Tata Gereja. Yang ada dalam Renstra adalah : “Mempersiapkan Konsep Perubahan Tata Gereja 2016 dengan tidak merubah Tata Dasar tentang Eklesiologi GMIM “. (lihat buku Renstra GMIM 2018-2022. Bab II. Ayat 2.1.1.1. poin n. Hal.5). Jadi dalam Renstra tidak ada program untuk melaksanakan Sidang Majelis Sinode Istimewa perubahan Tata Gereja.
Selain hanya mempersiapkan konsep perubahan Tata Gereja 2016 dengan tidak merobah Tata Dasar tentang Eklesiologi GMIM. Catatan : dalam rapat BPMS sesudah pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Tahunan ke 32, setelah saya mengajak teman-teman BPMS untuk mengkaji kembali tentang keputusan ini yang didasarkan pada Renstra saat pengambilan keputusan dalam SMST ke 32, Pdt.Jani Rende mengatakan bahwa “keputusan tersebut yang didasarkan pada Renstra adalah lemah”. Jadi benar “ lemah” karena isi keputusan tersebut, justeru bertentangan dengan isi Renstra. Kalau benar didasarkan pada Renstra, maka keputusan yang diambil harus sesuai dengan isi Renstra yakni “Mempersiapkan Konsep Perubahan Tata Gereja 2016 dengan tidak merubah Tata Dasar tentang Eklesiologi GMIM”. Bukan pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa yang tidak ada dalam Renstra.
Keputusan tersebut bertentangan dengan keputusan Sidang Majelis Sinode (4 tahunan) ke 79 di Grand Kawanua Manado, 19-24 Maret 2018. Sidang Majelis Sinode (4 tahunan) tersebut , memutuskan : Menerima Renstra GMIM 2018 – 2022 yang terdiri dari : Point A.3 : “Bidang Ajaran, Pembinaan dan Penggembalaan mempersiapkan konsep Perubahan Tata Gereja 2016 dengan tidak merubah Tata Dasar tentang Eklesiologi GMIM”. (lihat Keputusan dan Rekomendasi Sidang Majelis Sinode ke 79. Hal.1).
Menerima Renstra GMIM 2018-2022 dengan catatan : Point 1 : “Melaksanakan Revisi Tata Gereja GMIM 2016. Tentang Struktur BPMS dari Wakil Sekretaris Bidang Pekerja GMIM dan Pelsus, menjadi Wakil Ketua Bidang Pekerja dan Pelayan khusus”. (Lihat Keputusan dan Rekomendasi Sidang Majelis Sinode ke 79. Hal. 17). Catatan : Perhatikan kata “Menerima Renstra 2018-2022 dengan catatan”. Kata “menerima Renstra 2018-2022”, artinya : menerima isi Renstra yang menyebutkan “Mempersiapkan Konsep Perubahan Tata Gereja 2016 dengan tidak merubah Tata Dasar tentang Eklesiologi” Kata “dengan catatan”. Artinya dalam konsep perubahan , perlu dilakukan revisi pada struktur BPMS dari Wakil Sekretaris Bidang Pekerja GMIM dan Pelsus, menjadi Wakil Ketua Bidang Pekerja dan Pelayan khusus”. Jadi Sidang Majelis Sinode (4 tahunan) memutuskan menerima Renstra yang di dalamnya tidak menyebutkan adanya pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa Perubahan Tata Gereja.
Sidang Majelis Sinode Tahunan ke 32 telah mengabaikan tugasnya untuk menjabarkan Renstra yang benar. Jika memperhatikan Peraturan Tentang Sinode Bab IV, pasal 13, ayat 3, disebutkan bahwa : Sidang Majelis Sinode Tahunan bertugas : a. menjabarkan RENSTRA ke dalam program dan anggaran tahunan; maka tugas Sidang Majelis Sinode
Tahunan ke 32 di Bitung seharusnya menjabarkan isi RENSTRA yang benar ke dalam program dan anggaran tahunan , yakni program dan anggaran untuk “Mempersiapkan Konsep Perubahan Tata Gereja 2016 dengan tidak merubah Tata Dasar tentang Eklesiologi GMIM. Dengan catatan memperhatikan struktur BPMS dari Wakil Sekretaris Bidang Pekerja GMIM dan Pelsus, menjadi Wakil Ketua Bidang Pekerja dan Pelayan khusus”. Bukan memutuskan pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa untuk merobah Tata Gereja GMIM 2016.
Memperhatikan alasan-alasan ini, dapat dikatakan bahwa Sidang Majelis Sinode Tahunan ke 32, telah melakukan 4 kesalahan : Yakni pelanggaran Tata Gereja GMIM 2016, salah menafsirkan Renstra GMIM 2018-2022, mengabaikan Keputusan Sidang Majelis Sinode ke 79 dan mengabaikan tugas tanggungjawabnya untuk menjabarkan Renstra yang benar.
Dengan demikian tidak ada alasan bagi kita untuk mempertahankan keputusan tersebut, apapun argumentasi dan kepentingan kita. Keputusan ini saya usulkan untuk dianulir, dicabut atau dibatalkan. Dalam bahasa hukum harus Batal Demi Hukum. Saya mendorong anggota Sidang Majelis Sinode Tahunan , untuk menegakkan kewibawaan Sidang Majelis Sinode, dengan membatalkan keputusan ini, mengingat Peraturan Tentang Sinode . Bab II. Pasal 7 : Tanggungjawab dan Kewajiban Majelis Sinode, ayat 2 yakni : Wajib mendasarkan semua ketetapan dan keputusannya pada kehendak Tuhan Yesus Kristus Kepala Gereja serta menjamin pelaksanaan fungsi dan tugasnya tidak bertentangan dangan Tata Gereja.
Jelas bahwa tugas dan kewajiban Majelis Sinode, termasuk SMST ke 32 dan ke 33 harus melaksanakan fungsi dan tugasnya tidak bertentangan dengan Tata Gereja. Saya mengajak teman teman-teman BPMS untuk mencegah terjadinya kesalahan yang lebih besar. Jangan terjadi pembiaran. Ini sebuah kesalahan. Jangan dipaksakan. Mari kita mengakuinya dan mencegahnya . Jangan biarkan gereja ini terjerumus pada kesalahan, pada dosa struktural. Mari kita perhatikan tugas kita sebagaimana amanat Tata Gereja, Peraturan Tentang Sinode Bab V Pasal 16, Tanggung Jawab dan Kewajiban Badan Pekerja Majelis Sinode. Ayat 2 :
Badan Pekerja Majelis Sinode wajib memegang teguh Tata Gereja dan ketetapan serta keputusan Sidang Majelis Sinode. Selanjutnya , saya bermohon kepada Majelis Pertimbangan Sinode , kiranya dapat menyampaikan pandangan pertimbangannya tentang hal ini. Keberanian kita, kepolosan, kejujuran, loyalitas, kerendahan hati, kedengar-dengaran , ketulusan, moral, integritas, hati nurani dan terutama ketaatan kita pada Tuhan Yesus Kristus Kepala Gereja, diuji dan dipertaruhkan.
Ketua BPMS, Pdt. Dr. Hein Arina, baik di rapat BPMS, dalam pembinaan Pelsus dan juga dikhotbah, berulang-ulang mengatakan : jabatan Pelsus kita , termasuk sebagai Pendeta, tidak akan tereduksi sekalipun kita harus minta maaf atas sebuah kesalahan. Mari kita wujudkan ini untuk kemurnian dan kewibawaan Tata Gereja, kehormatan Gereja, dan terutama untuk kemuliaan nama Tuhan. Saya berharap permohonan dan usul ini, tidak mengurangi kebersamaan kita. Kita pahami : “bersatu tidak harus sama dan berbeda tidak harus bermusuhan.
Ini bukan soal siapa menang dan siapa kalah, tapi soal kebenaran. Mari kita wujudkan ini. Mohon maaf sebesar-besarnya, kalau saya menuangkan pikiran saya dalam tulisan ini, agar dapat didokumentasikan (supaya warga gereja tahu kita sedang berjuang bersama untuk sebuah kebenaran), tapi terutama karena saya tidak pandai beragumentasi selain daripada ketulusan untuk melayani dengan hati nurani, demi suatu kebenaran yang sering dikalahkan dan dikorbankan karena sebuah kepentingan dan kekuasaan. Jangan pernah menyerah untuk menyuarakan kebenaran. Kumandangkan suara kenabian , sekalipun tubuh harus sakit, sekalipun harus berhadapan dengan tembok, bahkan dengan kekuasaan. Yesus Kristus Kepala Gereja melalui Roh Kudus pasti menolong kita untuk melakukan pembaharuan dalam gereja kita. Ingat semboyan kita “ecclesia reformata semper reformanda secundum verbum Dei (“Gereja yang telah tereformasi harus terus bereformasi sesuai dengan Firman Tuhan”) Mohon maaf jika saya keliru dan jika ada kata yang tidak berkenan. Dengan semangat kebersamaan, mari kita bergandengan tangan dan katakan : “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat “(Mat.5:37).
Soli Deo Gloria. Pineleng , dari rumah dan keluargaku yang kukasihi. 27 Desember 2020. Salam Kasih Pdt. Dr.A.D.Sompe.MPdK. (Wakil Ketua BPMS GMIM. Bidang Ajaran, Pembinaan dan Penggembalaan). Tembusan , disampaikan dengan hormat kepada : Ketua-ketua Badan Pekerja Majelis Wilayah GMIM. Ketua-ketua Badan Pekeja Majelis Jemaat GMIM. Peserta Sidang Majelis Sinode (4 tahunan) GMIM. Tim Kerja Tata Gereja GMIM.(jemmy)