Selain Pertimbangan Pandemi Covid, Ini Alasan Teologi Kenapa SSI Harus Ditangguhkan

Pdt. Lisye Makisanti, S.Th. M.Si.(wa)

MANADO-Meskipun BPMS GMIM belum mengeluarkan jadwal permanen soal pelaksanaan SSI (Sidang Sinode Istimewa) yang direncanakana akan dilaksanakan akhir Maret mendatang, namun gerakan penolakan terhadap pertemuan akbar yang nantinya akan dihadiri ribuan peserta perutusan jemaat dan wailayah se GMIM tersebut terus mendapat penolakan.

Jika sebelumnya, kajian terhadap pembatalan acara tersebut sudah disampaikan sejumlah dokter karena berpotensi terhadap munculnya kluster baru covid 19 pasca SSI, kali ini usulan yang sama juga disampaikan Pdt. Lisye Makisanti, S.Th. M.Si, mantan Wakil Sekum PGI (Persekutuan Gereja di Indonesia).

Menurut Pdt Lisye, masalah pandemi covid 19 yang sementara dihadapi dan digumuli pemerintah saat ini semestinya ikut menjadi perhatian serius GMIM, karena pemerintah adalah mitra gereja yang ikut bertanggung-jawab dalam menyampaikan terang dan garam dunia. “Selain pertimbangan keselamatan anggota jemaat karena corona virus, perubahan tata gereja itu tidak gampang. Draft perubahan semestinya dari jemaat, sebelum sampai di SSI. Tidak dapat dilakukan secepat kilat, karena draft itu butuh didoakan dan digumuli oleh jemaat GMIM,” tutur Koordinator Pembinaan Kerohanian di kantor Gubernur Provinsi Sulut ini.

GMIM dalam pemahaman mantan anggota BPS GMIM diera Ketua Sinode saat itu Pdt. Prof. DR WA Roeroe mengatakan, dalam pengamatannya banyak pelayan khusus (Pelsus) yang ingin menyampaikan aspirasi terkait pelaksanaan SSI tahun 2021. Hanya saja, kebebasan untuk menyampaikan aspirasi tersebut sulit disampaikan karena umumnya mereka ketakutan, dalam tekanan, maupun pemahaman mereka tentang Tata Gereja GMIM itu sendiri yang minim. “Jangan beking torang pe lembaga sama dengan ormas, tanpa filter. Karena jika demikian, maka akan terjadi degradasi dari jemaat terhadap GMIM itu sendiri,” ucap mantan Sekretaris Departemen AIP (sekarang APP,red) selama 13 tahun di BPS GMIM. Semestinya lanjut Pdt Lisye Makisanti, ketika GMIM membuka diri untuk hadir di mana-mana, maka GMIM harus melakukan evaluasi diri termasuk soal penataan manajemen organisasi yang baik.

Sebelumnya, gaung penolakan terhadap pelaksanaan SSI (Sidang Sinode Istimewa) ikut disampaikan Dr. Royke Burhan, mantan Sekretaris P/KB Jemaat Riedel Wawalentouan, Tondano. Bahkan, mantan staf dinas kesehatan kabupaten Minahasa yang kini dipercayakan sebagai konsultan kesehatan di salah satu perusahaan di Jakarta ini mengulas habis soal dampak buruk terhadap kesehatan anggota jemaat jika pertemuan tersebut dilaksanakan dengan melibatkan banyak orang.

Sementara, pantauan disejumlah titik-titik keramaian di kota Manado, Tomohon, Amurang dan Minahasa, spanduk bertuliskan penolakan terhadap pelaksanaan SSI mulai menyebar ke 7 kabupaten/kota di Sulut. Spanduk berukuran 1 x 3 meter tersebut intinya menolak perubahan Tata Gereja GMIM tahun 2016.(jemmy)