Sedih, Daring atau Pertemuan Terbuka, SMSI Sebaiknya Tidak Dilaksanakan

Penatua Tomy Sampelan, SE

MANADO-Bentuk protes yang disampaikan sebagian besar pelayan khusus (Pendeta, Penatua maupun Syamas) se GMIM soal pelaksanaan SMSI (Sidang Majelis Sinode Istimewa) yang akan dilaksanakan akhir Maret mendatang, seperti tidak bisa dipandang sebelah mata oleh BPMS termasuk para stackholder di provinsi Sulut. Selain merupakan gerakan panggilan iman dari pelayan khusus yang tersebar di 7 kabupaten/kota di Sulut yang merupakan wilayah pelayanan GMIM, gerakan spontanitas ini sama sekali jauh dari muatan politis termasuk kepentingan segelintir orang. “Kami hanya ingin mengingatkan BPMS bahwa, pelaksanaan SMSI Maret 2021 mendatang sudah keluar dari koridor tata gereja GMIM tahun 2016. Itu tindakan cacat hukum, apalagi pelaksanaan SMSI hanya untuk melakukan perubahan Tata Gereja,” kata Ketua P/KB GMIM Wilayah Pineleng Manado Pnt. Tomy Sampelan, SE.

Dalam diskusi terbatas di salah satu café di kawasan perumahan elite Citra Land Selasa, (23/02) kemarin Ketua P/KB Jemaat GMIM Kalvari Pineleng ini mengatakan, meskipun belum bersifat final, tapi dirinya sudah menerima dan membaca draft perubahan Tata Gereja GMIM tahun 2016 yang disusun tim kerja dan dibahas oleh BPMS, yang hampir 80 persen isinya mengalami perubahan, termasuk tata dasar tata gereja atau eklesiologi. “Perubahan tata dasar Tata Gereja GMIM tidak bisa dilakukan secepat kilat. Pembahasannya butuh waktu, karena harus digumuli di sidang majelis jemaat, sidang majelis wilayah sebelum masuk pada pembahasan di SMSI. Sosialisasinya harus jelas, terukur dan melibatkan jemaat GMIM. Karena GMIM ini bukan hanya milik segelintir orang atau kelompok tertentu, tapi milik semua warga GMIM yang tercatat sesuai ketentuan. “Jika tata dasarnya mengalami perubahan, ini artinya GMIM secara kelembagaan mengalami perubahan total juga termasuk legalitas formal GMIM secara hukum,” beber Sampelan.

Mantan Ketua Senat Mahasiswa Politeknik Negeri Manado 2 periode berturut-turut ini mengatakan, upaya penolakan terhadap pelaksanaan SMSI Maret 2021 baik dilaksanakan secara daring (dalam jaringan) seperti zoom meeting atau bentuk lainnya, sudah menjadi gaung di seluruh pelayanan GMIM, bahkan beberapa jemaat telah membahasnya dalam sidang majelis jemaat. “BPMS juga harus memikirkan bahwa tahun ini GMIM diperhadapkan dengan tahapan pemilihan pelayan khusus di 1118 jemaat. Yang ditakutkan adalah, masing-masing jemaat kehilangan dasar hukum pelaksanaan pemilihan pelsus karena produk Tata Gereja GMIM yang masih tumpang tindih. Kenapa tumpang tindih, karena produk tata Gereja GMIM harus disosialisasikan kepada seluruh jemaat dan bukan hanya diketahui pelayan khusus serta butuh waktu yang panjang apalagi proses sosialisasi harus dilakukan dalam suasana pandemi covid 19,” jelas Sampelan yang juga mantan wakil Ketua BPC GMKI Manado.

Lanjut Sampelan, selain persoalan stabilitas pelayanan di GMIM yang harus dijaga selama masa pandemi global, BPMS juga harus menjaga kepercayaan yang diberikan jemaat selama ini, jangan sampai terjadi sebuah degradasi kepercayaan dari jemaat kepada BPMS itu sendiri. “Jika kepercayaan jemaat itu hilang, maka cepat atau lambat akan sangat berdampak bagi GMIM secara keseluruhan. “Jadi, perlu dicatat bahwa, ini adalah murni panggilan iman kami sebagai pelayan khusus dan warga GMIM yang sama sekali tidak terkontaminasi dengan kepentingan apapun seperti yang disampaikan sejumlah pihak,” ucap Sampelan yang juga Koordinator Daerah KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) Provinsi Sulut, seraya mengatakan petisi penolakan terhadap SMSI Maret 2021 mendatang mulai diterima jemaat-jemaat se GMIM.(ms)