SIAU-Imbas dari orasi politik yang disampaikan mantan Ketua DPD II Partai Golkar kabupaten Sitaro Piet Kuera yang sempat viral di medsos yang ikut menjustifikasi status nama keturunan Liem Hong Eng (Ci Uto) saat pelaksanaan tatap muka dengan para pendukung salah satu bakal calon bupati dan bakal calon wakil bupati Sabtu, (21/9) akhir pekan lalu, ternyata ikut mengundang simpati para natizen.
Bahkan, netizen rame-rame ikut mengecam bahwa aksi menjustifikasi etnis tertentu dalam momentum pilkada adalah, tindakan yang tidak terpuji dan tidak layak untuk ditiru.
“Ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Kami tetap bersamamu dalam perjuangan ini Ci Uto. Maju kase brani Ma Ci,” tulis John Opo Manope di account facebook Ci Uto tadi malam.
Dihubungi media ini, Manope justru mengatakan, imbas dari orasi tidak mendidik tersebut, maka rasa simpati dari etnis Tionghoa di Sitaro terhadap Ci Uto semakin memuncak. “Torang itu semua basudara. Sekecil apapun etnis Tionghoa di Sitaro itu punya andil besar dalam memajukan kesejahtraan masyarakat Sitaro,” ucap Manope.
Hal yang sama juga disampaikan pemilik account Hein Sambentiho. Dalam komentarnya di account facebook Ci Uto, Hein menulis bahwa, semua fitnah dan lain semacamnya harus diterima dengan lapang dada. Sebab lanjut Hein, pada saatnya mereka boleh sadar bahwa Tuhan berkenan atas orang yang di fitnah, dihina, dan lain-lain. “Kata Firman Tuhan, Aku berkenan kepada orang yang berkenan kepadaKu,” tulis Hein.
Sementara itu, mantan Kepala Satpol PP Pemkab Sitaro Drs. Des Kalensang dalam rilisnya di salah satu group whats up Yes-To mengatakan, orasi politik yang disampaikan mantan wakil bupati Sitaro tersebut termasuk kampanye yang tidak mendidik.
“Model seperti ini justru merusak NKRI dan UUD 1945. Kenapa harus mengkerdilkan etnis tertentu. Mana jiwa pancasilais anda (Kuera, maksudnya). Kenapa sebut-sebut Cina,” tulis Kalensang.
Menurutnya, semua WNI punya kedudukan yang sama dimata hukum dan pemerintahan. “Kita ini semua adalah WNI dengan berbagai etnis dan suku, Sangihe, Minahasa, Gorontalo, Batak, Jawa, maupun Tionghoa. “Hati-hati dalam menyampaikan pendapat di forum terbuka. Pendapat anda bisa saja membuat anda terjebak dengan persoalan hukum,” ungkap Kalensang, yang juga tokoh masyarakat Tagulandang ini.(msi)