MANADO-Tak hanya sebatas melaporkan di Kejaksaan Tinggi Sulut, namun Jantje Tengko, SH juga ikut melaporkan dugaan korupsi pembukaan rekening ileggal oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Sumber Daya Alam Unsrat ke Polda Sulut.
Tepat pukul 13.00 WITA Selasa, (02/12) kemarin, Tengko ikut mendatangi Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipokor) Polda Sulut dan menyerahkan sejumlah dokumen yang berkaitan dengan dugaan penyalah-gunaan uang negara yang sebesar Rp 25 milyar sejak tahun 2014 lalu.
Dengan menggunakan lengan panjang berwarna putih, Notaris handal di Provinsi Sulut tersebut terlihat ikut menyerahkan dokumen setebal 225 halaman tersebut ke penyidik di SKPT Tipikor Polda Sulut.
“Semua dokumen yang terkait dengan laporan tersebut, sudah saya serahkan ke penyidik Tipikor Polda Sulut. Saya berharap, dalam waktu secepatnya kasus ini segera di dalami Polda Sulut,” kata Tengko.
Menurut Tengko, saat ini tidak satupun orang maupun lembaga yang kebal dengan persoalan hukum, apalagi Presiden RI Prabowo Subianto bersama jajaranya saat ini konsisten dengan pemberantasan korupsi di tanah air. “Kita lihat saja hasilnya, saya optimis Polda Sulut akan serius untuk mendalami kasus ini,” jelas Tengko.
Kasus ini berawal ketika hasil pemeriksaan SPI (Satuan Pengawas Internal) Unsrat secara jelas dan terbuka telah menunjukan adanya dugaan penyalagunaan uang negara dan perlu untuk melaporkan kepada pihak berwajib.
“Dugaan kuat ada pembukaan rekening ilegal di salah satu bank pemerintah dengan menggunakan nama lembaga tertentu dan bukan menggunakan rekening resmi Unsrat. Terkait dengan 3 nomor rekening dan nama bank, sudah kami serahkan ke pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati Sulut) sebagai bukti,” kata Tengko.
Menurut Tengko, pembukaan rekening-rekening liar yang tidak menggunakan rekening Unsrat secara otomatis telah menyalahi ketentuan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 182/PMK.05/2017.
“Saya menduga ini adalah modus kejahatan agar supaya proses pencairan dana kerjasama tersebut dilakukan secara langsung dan untuk menghindari tidak dipotong jasa kerja sama sebesar 5 persen untuk tahun 2015 sampai tahun 2019 dan tahun 2020-2024 sebesar 7 persen yang wajib disetor ke negara. Ini jelas-jelas telah melanggar prosedur membuka rekening tidak sesuai ketentuan oleh karena semua rekening-rekening tersebut tidak mendapatkan persetujuan secara tertulis dari Bendahara Umun Daerah (BUD),” beber Tengko.
Tak hanya itu, Tengko juga menduga seluruh proses pencairan uang di bank tersebut tidak menyertakan sejumlah dokumen kegiatan berupa, Rencana Anggaran Biaya (RAB), Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan, Surat Perintah Membayar yang ditanda-tangani oleh atasan dan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana).
“Dugaan kuat dana tersebut hanya dicairkan secara pribadi dan langsung disetor kepada pimpinan,” jelas Tengko seraya menunjukan sejumlah bukti print out rekening bank yang dicairkan.
Semestinya menurut Tengko, pembukaan rekening-rekening harus berdasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan RI No. 182/PMK.05/2017 tentang Pengelolaan Rekening Milik Satuan Kerja Lingkungan Kementerian Negara/Lembaga.
“Untuk membuka Rekening yang menampung keuangan negara berdasarkan pasal 4 kewenangan pengelolaan atas seluruh rekening milik Satuan Kerja harus mendapatkan persetujuan BUN (BendaharaUmum Negara), dalam hal ini Menteri Keuangan. “Pasal 5 ayat (1) dan (2) Perarturan Menteri Keuangan RI No. 182/PMK.05/2017 tentang pengelolaan rekening milik Satuan Kerja Lingkungan Kementerian Negara/Lembaga harus mendapatkan persetujuan tertulis dari kuasa BUN,” katanya.
Pasal 1 ayat (4) juga menegaskabn bahwa Kuasa BUN di Daerah adalah, Kepala Kantor Pelayanan Pembendaharaan Negara. “Hal ini tidak dilakukan oleh Bendahara dan Penerima Jasa dalam hal ini pihak penerima kerja sama,” tutup Tengko kemarin.(msi)